Jauh sebelum Cristhopher Colombus melakukan perjalanannya ke berbagai penjuru dunia, ada seorang muslim yang telah lebih dulu mengelilingi dunia, dengan peralatan yang serba minim. Ia berani melanglang buana dan melintasi bentangan samudera nan luas. Orang itu adalah Ibnu Bathutah. Setelah melintasi lautan China dan akan meneruskan perjalanannya ke pulau Jawa, ia bercerita:
Dalam perjalanan itu kami merasakan segarnya lajur angin yang telah membawa kapal kami menyeberangi lautan China hingga ketika kami mendekati negara Tualisia kami dikejutakan dengan angin kencang yang mengguncang kapal kami. Cuaca berubah gelap seketika dan hujan lebat pun turun terus menerus. Selama sepuluh hari dalam kejadian itu kami tidak dapat melihat adanya matahari, hingga akhirnya kami memasuki sebuah lautan yang tak kami kenal. Sementara para penumpang sudah mulai resah dan ingin kembali ke China, sejak saat itu sampai 42 hari setelahnya, kami hanya terapung di atas lautan yang tak kami kenal, tanpa arah dan tujuan.
Keesokan harinya, saat fajar menyingsing, kami terkejut melihat gunung besar di depan kami. Gunung itu berjarak dua puluh mil dari kapal kami. Para awak kapal pun terheran-heran dengan adanya gunung itu. “Kita tidak sedang berada di daratan, tapi mengapa di depan kita ada gunung? Kita bisa celaka dan mati bila angin kencang ini membawa kita dan menabrakkan kapal ini ke sana.” Maka semua penumpang pun berdoa dan mohon ampun kepada Allah agar dijauhkan dari berbagai macam malapetaka, bahkan para pedagang yang juga ikut dalam rombongan ini berjanji akan mendermakan hartanya sebanyak mungkin bila mereka selamat.
Ternyata Allah mengabulkan permintaan mereka. Angin berhenti sedikit demi sedikit hingga suasana kembali tenang. Sementara kami melihat gunung itu meninggi dan terbang ke angkasa, sehingga cahaya matahari yang tadinya bersembunyi di balik gunung itu tampak jelas di hadapan kami. Tiba-tiba aku melihat para awak kapal dan nahkoda pada menangis, “Ada apa dengan kalian?” Tanyaku. Mereka menjawab, “Sesungguhnya di hadapan kita tadi bukanlah gunung, dia adalah burung al-Ruhk (sejenis burung raksasa yang biasanya memangsa naga-naga yang ada di laut). Seandainya burung itu melihat kita maka dia akan memangsa dan melahap kita.” Padahal saat itu jarak kami dengannya tidak sampai sepuluh mil. Namun Allah SWT masih menghendaki keselamatan kami dengan mengirimkan angin yang membelokkan kapal kami dari arahnya hingga ia pun tak melihat kami. Akhirnya kami sampai di pulau Jawa, tepatnya di Sumatera setelah dua bulan kami terapung di atas laut yang mengerikan itu.