Warga Desa Pataan, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan, Jawa
Timur, digemparkan dengan penemuan sebuah candi di hutan
dekat areal
persawahan warga. Tapi beberapa warga mengatakan bahwa bangunan tersebut
sudah lama ada, dan warga sering melintasi tapi tak berani mendatangi
sebab karena tempat tersebut dianggap sakral.
Candi tersebut diperkirakan dibuat pada abad XI atau zaman Kerajaan Airlangga dan digunakan sebagai tempat pemujaan. Bagian
tepinya terbuat dari batu kapur yang tersusun rapi. Setiap batu kapur
memiliki panjang sekira 30 centimeter dan lebar 20 centimeter dengan
ketebalan berkisar 10-15 centimeter.
Di sisi lain terdapat bebatuan hitam dan keras serta pahatan khas
zaman kerajaan kuno. Sedangkan di bagian tengah candi terdapat semacam
tempat air yang melingkar. Bagian yang dindingnya juga terbuat dari batu
tersusun rapi ini diperkirakan sebagai petirtaan saat pemujaan. Bagian
ini tersambung dengan bangunan aliran air menuju ke luar candi.
"Candi ini diperkirakan dibangun pada zaman Kerajaan Airlangga pada
abad XI masehi karena di Desa Pataan ini telah ditemukan Prasasti
Patakan sebagai tanda zaman Airlangga yang kini telah disimpan di musium
nasional," papar Supriyo, salah seorang penemu candi.
Warga juga menyakini di sekitar area candi
terdapat permukiman kuno. Pasalnya, warga sering kali menemukan gerabah
serta pecahan guci guno di sekitar lokasi penemuan candi.
Warga berharap tim Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala melakukan
penggalian sehingga struktur candi dapat terlihat secara utuh.
Apakah ibukota Kerajaan Airlangga terdapat di daerah Pataan Kabupaten Lamongan..??
Dengan
diketemukan Candi dan banyak bangunan serta disertai banyak peningalan
gerabah, maka beberapa pakar masih meneliti keberadaan Airlangga di
daerah Pataan.
Dari
fakta arkeologis yang ada. Yakni Prasasti Pamwatan tahun 1042 masehi
dan Prasasti Terep tahun 1032 masehi yang dulu telah diketemukan dan
sekarang disimpan di Museum Nasional, menyebutkan ada bangunan candi
yang didirikan sekitar abad 11 masehi.
Menurut
Agus Aris Munandar dan Ninie Susanti, keduanya dari Departemen
Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Agus
cenderung sepakat dengan asumsi bahwa keraton pertama Airlangga,
yaitu Wwatan Mas terdapat di wilayah Lamongan. Sementara keratin
terakhirnya, Dahanapura disamakan dengan Daha, ibu kota wilayah Panjalu
(saat ini Kediri). “Fakta yang ada tipis untuk menunjukkan bahwa
Wwatan Mas berlokasi di utara Gunung Penanggungan. Justru dari
Prasasti Wotan yang ada di Dusun Wotan/Lamongan, kemungkinan besar
Wwatan Mas Airlangga berada di Lamongan. Banyak laporan yang
menyebutkan serinngkali ditemukan artefak emas, arca, kertas emas
tipis dan perhiasan di sekitar Dusun Wotan, “ ungkap dia.
Sementara Ninie justru menyebutkan konsentrasi temuan prasasti
setelah 964 saka (Prasasti Pamwatan) yang isinya menyiratkan keraton
baru Airlangga, Dahana Pura, berada di wilayah Kabupaten Lamongan. Yaitu
terbanyak ditemukan di wilayah Kecamatan Sambeng dan Ngimbang.
Berdasar analisis distribusional prasasti, dia percaya Kerajaan
Airlangga mula-mula berada di sekitar Surabaya, kemudian berpindah ke
wilayah lebih pedalaman di daerah aliran Sungai Brantas dan Bengawan
Solo akibat serangan musuh.
Fakta
lain di paparkan Supriyo, Ketua Lembaga Studi dan Advokasi untuk
Pembaruan Sosial (LSAPS) terkait dengan kelahiran Lamongan.
Setelah kemunduran Majapahit yang juga berimbas pada kemunduran Perdikan
Biluluk di Lamongan Selatan, wilayah utara Lamongan justru berkembang
dengan lahirnya perdikan-perdikan Islam. Seperti Perdikan Sedayu,
Drajat dan Sedang Dhuwur.
Perdikan Drajat pada tahun 1475 atau 1553 M dipimpin oleh Sunan
Drajat, keturuna Sunan Ampel. Sementara Perdikan Sendang Dhuwur pada
tahun 1483/1561 M dipimpin Sunan Sendang atau Raden Rahmat. Kemudian di
periode yang sama, di wilayah tengah, di Tumenggungan yang sekarang
masuk wilayah Kota Lamongan berkembang pemerintahan di bawah kendali
Rangga Hadi dengan gelar Tumenggung Surajaya tahun 1569-1607 M. Wilayah
ini masuk kendali Kasultanan Giri. Pengangkatan Rangga Hadi inilah
yang sampai sekarang dijadikan dasar penentuan Hari Jadi Lamongan.
Sebagai
rakyat lamongan, harus lebih bijak untuk menghargai kebudayaan dan
sejarah dahulu, dengan mengungkap kebenaran dan menjaga kelestarian
benda-benda sejarah disekeliling anda.